AUDITING
DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Ekonomi
islam hanya menikmati kebangkitan hanya tiga sampai empat dekade. Upaya untuk
mengembangkan ekonomi islam diarahkan pada realisasi tujuan yang tidak dapat
dicapai hanya dengan menganalisis dan mengembangkan ekonomi konvensional. Oleh
karna itu penting untuk memahami ekonomi islam berdasarkan dalam pandangan
dunia islam sebelum menentukan peran dan fungsi untuk digunakan oleh siapa saja
yang mengunakannya. Tujuannya unutuk memperhitungkan perubahan yang terjadi di
dunia dan bagaimana mereka cenderung mempengaruhi masyarakat muslim (Khan,
2001).
Negara-negara
muslim membutuhkan system ekonomi yang mampu menyediakan semua elemen yang
diperlukan untuk kesejahteraan manusia denga tuntutan persaudaraan dan keadilan
social ekonomi ( Chapra, 1992) jika mereka ingin mewujudkan Maqasid syariah
(tujuan dari islam). Maqasid syariah menurut
Imam al-Ghazali adalam menggabungkan segala sesuatu yang dianggap perlu
untuk melestarikan dan memperkaya iman, kahidupan, intelektual, cucu dan
kekayaan. Hal ini diperlukan untuk mewujudkan falah (kesejahteraan manusia) dan
hayat thayyibah (kehidupan yang baik).
Dasar
ekonomi syariah adalah system yang berorientasi pada nilai Al- Quran dan
Sunnah. Keuangan dan
perbankan syariah memperlihatkan bahwa ekonomi islam berdasarkan keadilan
sosial, kesetaraan, moderesasi dan keseimbangan.
Dasar dari sistem ini adalah :
- Semua SDA
yang ada adalah amanah dari Allah dan manusia harus memeliharanya.
- Harta
diperoleeh dari cara yang halal dan digunakan sesuai prinsip islam
- Harta
harus didistribusikan secara adil
- Semua
sumber daya yang ada harus dimanfaatkan secara optimal
- Membayar
zakat untuk mensejahterakan orang lain
- Setiap
orang yang bekerja berhak atas imbalan atas pekerjaannya tanpa ada
diskriminasi
- Memproduksi barang harus dengan cara yang halal
- Prinsip
kesetaraan dan persaudaraan diperlukan untuk mencapai kemakmuran
- Orang
yang tidak mampu menjadi tanggung jawab
masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya
- Terdapat
kerja sama dan kemandirian dalam
ekonomi masyarakat
Akuntansi dalam
perspektif Islam ditunjukkan pada berbagai ayat telah dijelaskan dalam
Al-quran. Ayat-ayat tersebut adalah :
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu
orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi
dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka
(boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu
ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan
janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas
waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih
adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih
dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu),
kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu,
maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual
beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu
lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada
dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah : 282).
Ayat ini mewajibkan penulisan utang
piutang untuk menjamin terciptanya kebenaran dan keadilan. Menurut ayat ini,
pencatatan saja tidak cukup, tetapi harus ada persaksian dari pihak lain.
Profesi akuntan sangat relevan dengan fungsi persaksian (attestation) dan
fungsi akunting dengan pencatatan.
Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita
harus mengukur secara adil tersebut, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi.
Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan
bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam
ayat lain dalam surah Asy-Syu'ara ayat 181-184 yang berbunyi:
"Sempurnakanlah takaran dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan
timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah
kepada Allah yang telah Menciptakan kamu dan umt-umat yang dahulu.”
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur
(menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan,
utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan
wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan
sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah
organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk
sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai
dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia
akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang
melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan
strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam ilmu Auditing. Dalam
Islam, fungsi Auditing ini disebut "tabayyun"
sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi:
"Hai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu
tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu.”
Memang fungsi audit disini didasarkan pada ketidakpercayaan
atau kehati-hatian terhadap kemungkinan laporan yang disajikan oleh perusahaan
mengandung informasi yang tidak benar yang dapat merugikan pihak lain yang
tidak memiliki kemampuan akses terhadap sumber informasi. Dalam Islam fungsi
ini disebut “tabayyun” atau mengecek kebenaran berita yang disampaikan dari
sumber yang kurang dipercaya. Sebenarnya dasar dari audit bukan hanya karena
“kecurigaan”. Fungsi audit juga didasarkan kepada keinginan mendapatkan
informasi yang lebih dipercaya, karena informasi keuangan ini dinilai sangat
penting dan besar dampaknya jika mengandung kesalahan maka diperlukan upaya
dari pihak ketiga yang independen untuk “mengecek ulang”, meyakinkan bukan saja
kebenarannya tetapi juga penyampaian, isi, bentuk dan kecukupan informasi yang
disajikan
Auditing adalah berfungsi untuk
memeriksa / menyaksikan kewajaran (kebenaran) suatu laporan yang disajikan oleh
manajemen sehingga bisa diyakini oleh pembaca umum yang digunakan dalam proses
pengambilan keputusan (Harahap, 2002).
Di Indonesia sendiri pendekatan dalam perumusan sistem ini adalah seperti
yang dikemukakan oleh Accounting and
Auditing Standards for Islamic Financial Institution (AAOIFI) yaitu :
1.
Menentukan tujuan berdasarkan prinsip Islam dan ajarannya kemudian menjadikan
tujuan ini sebagai bahan pertimbangan dengan mengaitkannya dengan pemikiran
akuntansi yang berlaku saat ini.
2.
Memulai dari tujuan yang ditetapkan oleh teori akuntansi kepitalis kemudian
mengujinya menurut hukum syariah, menerima hal-hal yang konsisten dengan hukum
syariah dan menolak hal-hal yang bertentangan dengan syariah.
Kode Etik Akuntan/ Auditor merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari syariah islam. Dalam sistem nilai Islam
syarat ini ditempatkan sebagai landasan semua nilai dan dijadikan sebagai dasar
pertimbangan dalam setiap legislasi dalam masyarakat dan negara Islam. Namun
disamping dasar syariat ini landasan moral juga bisa diambil dari hasil
pemikiran manusia pada keyakinan Islam.
Beberapa landasan Kode Etik Akuntan/
Auditor Muslim ini adalah :
1.
Integritas
2.
Keikhlasan
3.
Ketakwaan
4.
Kebenaran dan Bekerja Secara Sempurna
5.
Takut kepada Allah dalam setiap Hal
6.
Manusia bertanggungjawab dihadapan Allah