Minggu, 08 November 2015

Indonesia Butuh Sertifikasi Audit Syariah



Di era zaman modern ini, perekonomian Indonesia makin berkembang. Banyaknya instansi Lembaga Keuangan Syariah mengharapkan audit syariah yang kompeten dan profesional di bidangnya. Auditor syariah yang profesional dan kompeten dapat ditunjukkan dengan adanya sertifikasi auditor syariah, yang nantinya sertifikasi tersebut dapat memperlihatkan kemahirannya dalam melakukan audit.

Seperti yang di ungkapkan oleh Kepala Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional Auditor BPKP Sidik Wiyoto, beliau menjelaskan bahwa idealnya di Indonesia masih diperlukan 38.000 orang auditor sedangkan jumlah audit Di Indonesia kurang lebih 10.831 orang. Jadi masih sangat banyak, peluang auditor syariah yang diperlukan di Indonesia.

Sertifikasi di Indonesia saat ini seperti Qualified Internal Auditor (QIA) yang diselenggarakan oleh YPIA, Professional Internal Auditor (PIA) yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Akuntansi STAN, SAS yang dikeluarkan oleh IAI, CPA Lembaga yang mengeluarkan sertifikat ini adalah Institute Akuntan Publik Indonesia (IAPI), dll. Namun belum ada lembaga yang menawarkan untuk sertifikasi audit syariah, hanya ada lembaga yang memberikan pelatihan-pelatihan seperti di Syariah pemeriksaan seperti CERT, Redmoney dan AsiaBIS.

Di Timur Tengah, Akuntansi, Auditing Lembaga Keuangan Islam ( AAOIFI ) telah memulai sertifikasi pada Syariah penasihat dan auditor. Sertifikasi yang dikeluarkan oleh AAOIFI juga dikenal sebagai Bersertifikat syariat Penasihat dan Auditor ( CSAA ). Program CSAA dirancang untuk membekali calon dengan pemahaman teknis yang diperlukan dan keterampilan profesional pada Syariah kepatuhan dan review proses untuk perbankan Islam internasional dan industri keuangan.

Hasil penelitian di Malaysia menunjukkan bahwa sertifikasi Audit Syariah setidaknya harus mencakup ruang lingkup audit Syariah digariskan oleh BNM karena dianggap cukup untuk pemeriksaan Syariah. Auditor syariah juga harus dilengkapi dengan pengetahuan tentang laporan keuangan dan sistem pengendalian internal bank Islam. Lebih dari itu, hasil menunjukkan bahwa isi diperpanjang dalam audit Syariah harus mencakup bidang kebijakan bisnis, proses dan prosedur, perhitungan zakat dan pembayaran, kontrak dan perjanjian, dan penilaian sumber daya keuangan manajemen.  

Hal ini penting untuk memasukkan isi ke dalam sertifikasi Audit Syariah. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi ide isi untuk program sertifikasi pemeriksaan Syariah yang akan dilakukan oleh industri asosiasi, dengan bekerja sama dengan perguruan tinggi. Sertifikasi ini juga akan memberikan dampak audit Syariah praktek di IFI. Penelitian ini dapat diperluas untuk penelitian masa depan yang berfokus pada organisasi yang harus mengotorisasi sertifikasi


Referensi

Shafii, Zurina, dkk. “Shariah Audit Certification Contents: Views of Regulators, Shariah Committee, Shariah Reviewers and Undergraduate Students,” International Journal of Economics and Finance; Vol. 6, No. 5; 2014, h. 1-10


Penulis

Syifa Fauziyah

Mahasiswa STEI SEBI Jurusan Akuntansi Syariah


AUDITING DALAM PERSPEKTIF ISLAM



AUDITING DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Ekonomi islam hanya menikmati kebangkitan hanya tiga sampai empat dekade. Upaya untuk mengembangkan ekonomi islam diarahkan pada realisasi tujuan yang tidak dapat dicapai hanya dengan menganalisis dan mengembangkan ekonomi konvensional. Oleh karna itu penting untuk memahami ekonomi islam berdasarkan dalam pandangan dunia islam sebelum menentukan peran dan fungsi untuk digunakan oleh siapa saja yang mengunakannya. Tujuannya unutuk memperhitungkan perubahan yang terjadi di dunia dan bagaimana mereka cenderung mempengaruhi masyarakat muslim (Khan, 2001).
Negara-negara muslim membutuhkan system ekonomi yang mampu menyediakan semua elemen yang diperlukan untuk kesejahteraan manusia denga tuntutan persaudaraan dan keadilan social ekonomi ( Chapra, 1992) jika mereka ingin mewujudkan Maqasid syariah (tujuan dari islam). Maqasid syariah menurut  Imam al-Ghazali adalam menggabungkan segala sesuatu yang dianggap perlu untuk melestarikan dan memperkaya iman, kahidupan, intelektual, cucu dan kekayaan. Hal ini diperlukan untuk mewujudkan falah (kesejahteraan manusia) dan hayat thayyibah (kehidupan yang baik).
Dasar ekonomi syariah adalah system yang berorientasi pada nilai Al- Quran dan Sunnah. Keuangan dan perbankan syariah memperlihatkan bahwa ekonomi islam berdasarkan keadilan sosial, kesetaraan, moderesasi dan keseimbangan.
Dasar dari sistem ini adalah :
  1. Semua SDA yang ada adalah amanah dari Allah dan manusia harus memeliharanya.
  2. Harta diperoleeh dari cara yang halal dan digunakan sesuai prinsip islam
  3. Harta harus didistribusikan secara adil
  4. Semua sumber daya yang ada harus dimanfaatkan secara optimal
  5. Membayar zakat untuk mensejahterakan orang lain
  6. Setiap orang yang bekerja berhak atas imbalan atas pekerjaannya tanpa ada diskriminasi
  7. Memproduksi  barang harus dengan cara yang halal
  8. Prinsip kesetaraan dan persaudaraan diperlukan untuk mencapai kemakmuran
  9. Orang yang tidak mampu menjadi tanggung jawab  masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya
  10. Terdapat kerja sama dan  kemandirian dalam ekonomi masyarakat
Akuntansi dalam perspektif Islam ditunjukkan pada berbagai ayat telah dijelaskan dalam Al-quran. Ayat-ayat tersebut adalah :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah : 282).
Ayat ini mewajibkan penulisan utang piutang untuk menjamin terciptanya kebenaran dan keadilan. Menurut ayat ini, pencatatan saja tidak cukup, tetapi harus ada persaksian dari pihak lain. Profesi akuntan sangat relevan dengan fungsi persaksian (attestation) dan fungsi akunting dengan pencatatan.
Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil tersebut, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam ayat lain dalam surah Asy-Syu'ara ayat 181-184 yang berbunyi:
"Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah Menciptakan kamu dan umt-umat yang dahulu.”
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam ilmu Auditing. Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut "tabayyun" sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi:
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu.
Memang fungsi audit disini didasarkan pada ketidakpercayaan atau kehati-hatian terhadap kemungkinan laporan yang disajikan oleh perusahaan mengandung informasi yang tidak benar yang dapat merugikan pihak lain yang tidak memiliki kemampuan akses terhadap sumber informasi. Dalam Islam fungsi ini disebut “tabayyun” atau mengecek kebenaran berita yang disampaikan dari sumber yang kurang dipercaya. Sebenarnya dasar dari audit bukan hanya karena “kecurigaan”. Fungsi audit juga didasarkan kepada keinginan mendapatkan informasi yang lebih dipercaya, karena informasi keuangan ini dinilai sangat penting dan besar dampaknya jika mengandung kesalahan maka diperlukan upaya dari pihak ketiga yang independen untuk “mengecek ulang”, meyakinkan bukan saja kebenarannya tetapi juga penyampaian, isi, bentuk dan kecukupan informasi yang disajikan
Auditing adalah berfungsi untuk memeriksa / menyaksikan kewajaran (kebenaran) suatu laporan yang disajikan oleh manajemen sehingga bisa diyakini oleh pembaca umum yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan (Harahap, 2002).
Di Indonesia sendiri pendekatan dalam perumusan sistem ini adalah seperti yang dikemukakan oleh Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institution (AAOIFI) yaitu :
1.      Menentukan tujuan berdasarkan prinsip Islam dan ajarannya kemudian menjadikan tujuan ini sebagai bahan pertimbangan dengan mengaitkannya dengan pemikiran akuntansi yang berlaku saat ini.
2.      Memulai dari tujuan yang ditetapkan oleh teori akuntansi kepitalis kemudian mengujinya menurut hukum syariah, menerima hal-hal yang konsisten dengan hukum syariah dan menolak hal-hal yang bertentangan dengan syariah.
Kode Etik Akuntan/ Auditor merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari syariah islam. Dalam sistem nilai Islam syarat ini ditempatkan sebagai landasan semua nilai dan dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam setiap legislasi dalam masyarakat dan negara Islam. Namun disamping dasar syariat ini landasan moral juga bisa diambil dari hasil pemikiran manusia pada keyakinan Islam.
Beberapa landasan Kode Etik Akuntan/ Auditor Muslim ini adalah :
1.      Integritas
2.      Keikhlasan
3.      Ketakwaan
4.      Kebenaran dan Bekerja Secara Sempurna
5.      Takut kepada Allah dalam setiap Hal
6.      Manusia bertanggungjawab dihadapan Allah


Auditor Syariah, Sertifikasi Yuk?



Sertifikasi Auditor Syariah Buktikan DPS Berkompeten
By:Silvia Yuliana Dewi
 
Sertifikat auditor akan meyakinkan pemangku kepentingan perusahaan bahwa kompetensi yang dimiliki oleh seorang auditor tidak diragukan. Baik audit laporan keuangan, audit operasional maupun audit kepatuhan hukum pastilah dikuasai oleh setiap auditor yang bersertifikat. Sertifikat seperti CPA(Certified Public Accounting), QIA(Qualified Internal Audit), dan CMA(Certified Management Accountant) adalah beberapa jenis sertifikat bagi auditor profesional.
Menempati wilayah penting dalam audit internal entitas syariah. Dewan Pengawas Syariah(DPS) menjalankan fungsi sebagai pengawas perusahaan agar selalu dalam koridor syariah. Selain fungsi pengawasan, fungsi audit juga dimiliki oleh DPS terkhusus audit akad-akad dari produk yang dikeluarkan oleh entitas syariah. Hal ini dikritisi oleh beberapa pakar akuntansi syariah karena fungsi DPS belum dimaksimalkan. Fungsi DPS saat ini dalam lingkup audit dinilai terlalu sempit pada aspek akad, maka perlu ditambah kemampuan audit operasional, organisasi, sumber daya manusia, kebijakan, dan laporan keuangan syariah. Dewan Pengawas Syariah (DPS) harus meningkatkan kualitas dan kompetensi agar tercipta entitas syariah yang patuh syariah dalam segala aspek operasionalnya.
Dalam memenuhi kemampuan DPS, Dewan Syariah Nasional(DSN) mewadahi tiga level sertifikasi bagi auditor syariah atau yang disebut Dewan Syariah Nasional(DSN). Level sertifikasi pertama merupakan pengenalan industri syariah sesuai dengan jenis dan bidangnya, level kedua adalah tahap intermediet, di mana ilmu pengawasan terhadap kepatuhan syariah akan diberikan seperti cara membaca dan menyiapkan check list audit pengawasan syariah. Level terakhir adalah advance, pada level ini DPS diajarkan metode penyusunan opini syariah. Sertifikasi lain yang wajib diikuti oleh DPS, lembaga dan profesi penunjang syariah, yakni sertifikasi konsultan hukum, sertifikasi notaris, sertifikasi bank kustodian, sertifikasi biro administrasi efek, sertifikasi wali manat, sertifikasi pemeringkat efek, sertifikasi investasi, sertifikasi penilai, dan sertifikasi akuntan publik. [1]
Luasnya cakupan sertifikasi tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shafii dkk(2014) terkait usulan konten-konten yang dimasukkan dalam sertifikasi auditor syariah. Dalam penelitian yang dilakukan kepada 351 orang mahasiswa di Malaysia serta 53 orang regulator dan komite syariah. Didapatan hasil bahwa dalam sertifikasi auditor syariah seharusnya mencakup bidang kebijakan bisnis, proses dan prosedur, perhitungan zakat dan pembayaran, akad dan perjanjian, dan laporan keuangan.[2]




[2] Shafii, Zurina et al. 2014. Shariah Audit Certification Contents Views of Regulators, Shariah Commitee, Shariah Reviewers and Undersgraduated Students. Malaysia. International Journal of Economics and Finance.

Auditing Dalam Perspektif Islam

Resum dan Opini

Auditing in Islamic Perspective and Auditing as Practiced in some selected Islamic Banks Operating in Bangladesh
By:
Muhammad Showkat Imran*
Afzal Ahmad**
Md. Zahid Hossain Bhuiyan


Dalam sejarah Islam, auditor sudah dipraktekan pada zaman Rasulullah SAW dan dilanjutkan pada zaman khalifah dengan sebutan Hisbah. Hisbah dilaksanakan untuk memantau dan mengawasi, mengontrol dan mencegah adanya kecurangan berkaitan kegiatan-kegiatan jual-beli dipasar. Pengaturan Hisbah itu untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. ketika paradigma-paradigma kaum barat dan kolonialnya datang mengenai implementasi hisbah sehingga mempengaruhi substansi hisbah itu sendiri. hingga sekarang subtansi hisbah semakin menjauh dari praktek yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Fungsi audit dalam Islam itu sangatlah penting dan mandotori sebagai cerminan sebuah akuntabilitas seorang auditor bukan hanya sebatas para pengguna laporan keuangan saja tetapi lebih penting adalah akuntabilitas kepada Allah SWT sang Maha Pencipta. Dari latar belakang diatas melakukan pengujian tentang audit dalam perspektif Islam dan praktek auditing Islam diperbankan syariah.
Untuk pengujian tersebut dialakukan praktek perbankan. Kita semua mengetahui bahwasanya entitas perbankan adalah entitas yang memiliki resiko yang cukup besar. Untuk itu perlu adanya peraturan mengenai pengawasan, kontrol  terhadap entitas perbankan oleh lembaga pengawas keuangan. mengaudit perbankan syariah bukan hanya dari sisi pengguna laporan keuangan saja, perlu juga mengaudit  terhadap compliance  syariahnya.
Peneliti menguji audit dalam perspektif Islam yang dipraktekan bank-bank Islam yang ada di Bangladesh, maka peneliti perlu menggunakan kuesioner sebagai sumber data yang valid. Dengan sistematika kuesioner yang terstruktur  bisa  menganalisis jawaban dari kuesiner. Inti penelitian ini untuk mendapatkan:
1.      Indentifikasi objek dan peraturan mengenai audit Islam.
2.      Menganalisis prosedur auditing di bank yang telah dipilih
3.      Fokus terhadap tanggung jawan dan peraturan auditor dalam pandangan Islam.
4.      Indetifikasi kualitas auditor dalam pandangan Islam
5.      Indentifikasi masalah yang  terjadi pada bank yang dipilih
Dari jawaban yang diberikan kuesioner itu kita dapat membahas antara fakta dalam praktek di perbankan dengan teori sebagai landasannya. Untuk itu peneliti ini membahas Prosedur dalam audit yang itu secara umum dari dua pihak. Ada audit dari dalam perusahaan atau audit internal dan pihak independent yaitu Audit eksternal. Masing-masing memiliki lingkup kerja dan tanggung jawab yang berbeda. menjelaskan mengenai tanggung jawab dari audit internal dan audit eksternal, tanggung jawab seorang auditor dalam pandangan Islam dan juga kualitas auditor dalam pandangan Islam.
Sehingga peneliti mendapatkan kesimpulan perbedaan antara praktek dengan teori. sebutkan apa penyebab perbedaanya, bagaimana hal itu dapat terjadi? Sehingga peneliti dapat memberikan usulan-usulannya.

Penelitian ini juga dapat dilakukan  pada Perbankan syariah yang ada di Indonesia. Dengan metode kuesiner yang sama maka penelitian bisa kembangakan menjadi perbandingan auditing persepektif Islam dan praktek yang di bank Islam di Bangladesh dengan auditing persepektif Islam dan praktek auditing Islam yang ada di Indonesia. by Mustaqimah Fillah

Auditing Syariah dan Berbagai Isu yang Terkait

Komunitas muslim di berbagai negara Islam ingin mewujudkan keinginan mereka agar kegiatan keuangan yang terjadi di masyarakat terbebas dari bunga. Hal ini tidak hanya mencakup untuk kegiatan keuangan saja, namun dalam kegiatan sosial serta kegiatan ekonomi. Maka dalam tiga dekade terakhir, mulailah bermunculan lembaga-lembaga keuangan Islam di negara-negara muslim seperti lembaga zakat, wakaf dan asuransi.
Seiring dengan adanya lembaga-lembaga keuangan Islam, maka berkembang pula ekonomi Islam yang akan mencapai hal-hal yang tidak dapat dicapai oleh ekonomi konvensional. Dasar dari ekonomi Islam adalah Al-Qur'an dan hadits. Maka hal mendasar yang membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional adalah bahwa ekonomi Islam mengutamakan kesejahteraan manusia, menghapuskan kompetisi ekonomi dan menjadikan hubungan antar masyarakat untuk saling bekerja sama. Sistem ekonomi Islam sendiri berlandaskan persaudaraan, keseimbangan dan keadilan sosial yang akan mewujudkan maqasid syariah. Apabila maqasid syariah terwujud, maka kesejahteraan masyarakat pun akan terwujud.

Sistem ekonomi Islam ini memiliki landasan,yaitu:
  1. Semua sumber daya alam yang ada adalah amanah dari Allah dan manusia harus memelihara sumber daya alam yang ada di bumi.
  2. Harta harus diperoleh dari cara yang halal, lalu disimpan dan dipergunakan dengan cara yang sesuai dengan prinsip Islam.
  3. Harta harus didistribusikan secara adil, saat kebutuhan pemilik harta tersebut telah terpenuhi, maka kelebihan dari harta tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan orang yang membutuhkan.
  4. Sumber daya yang ada harus dimanfaatkan dengan optimal, tidak boleh menimbun atau menyia-nyiakannya.
  5. Membayar zakat dari kelebihan harta yang dimilikinya untuk mensejahterakan orang lain adalah salah satu bentuk partisipasi seorang muslim dalam ekonomi.
  6. Setiap orang yang bekerja berhak atas imbalan yang adil dari pekerjaan yang telah dilakukannya, tidak ada diskriminasi dalam pemberian imbalan tersebut.
  7. Cara mendapatkan harta dan memproduksi harta/barang tersebut harus halal.
  8. Untuk mencapai kemakmuran diperlukan prinsip kesetaraan dan persaudaraan, salah satu cara mengaplikasikannya adalah dengan zakat, shadaqah dan wakaf.
  9. Sebagai masyarakat yang mampu untuk mencukupi kebutuhannya, maka orang-orang yang tidak mampu menjadi tanggung jawab dari mereka.
  10. Dalam kekuatan ekonomi masyarakat terdapat kerjasama dan kemandirian didalamnya.
Setelah kita mengetahui bagaimana ekonomi Islam itu, belum lengkap jika kita belum mengetahui tentang cara mengontrol agar ekonomi Islam yang berjalan tidak melenceng dari prinsipnya. Oleh karena itu, dibutuhkan seseorang maupun badan yang akan mengawasi jalannya ekonomi Islam. Salah satu contoh dari pengawas ekonomi Islam saat ini adalah auditor syariah. Namun jika kita telusuri kebelakang, pengawasan ekonomi Islam telah berjalan sejak masa Rasulullah SAW.

Pada masa Rasulullah SAW dan kekhalifahan ada sebuah lembaga yang bernama lembaga hisbah dan hukum muhtasib yang berfungsi untuk mengamati, mengontrol serta mencegah penipuan pada konsumen dipasar. Hal ini sudah tertera dalam Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 104.
Perkembangan Islam yang pesat pada masa itu membuat lembaga hisbah berpindah ke Spanyol Barat dan menjadi bagian dari integral negara. Namun sejak datangnya kolonial barat dan turunnya kekuatan polotik Islam, sebagian besar lembaga Islam mulai mengalami penurunan yang drastis. Begitu pula dengan lembaga hisbah yang menurun dan hampir hilang.

Dewasa ini untuk memenuhi tugas pengawasan terhadap ekonomi Islam, maka diperlukan seorang auditor syariah, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Kenapa hal ini penting? Karena fungsi audit di negara Islam begitu penting dan wajib karena mencerminkan akuntabilitas auditor tidak hanya untuk para pengguna laporan keuangan saja, namun yang lebih penting adalah untuk Sang Pencipta, Allah SWT. Hal ini dikarenakan bagi seorang muslim, setiap tindakan yang dilakukan dan apa yang dipikirkan akan selalu diawasi oleh Allah SWT.

Terdapat beberapa isu mengenai permasalahan tentang ekonomi di  berbagai negara, salah satu contohnya adalah isu mengenai RPGT (Real Property Gains Tax) di Malaysia. RPGT mulai berlaku di Malaysia pada tanggal 1 Januari 2010. Real property ini mengacu pada tanah dan bangunan yang berada di Malaysia. RPGT adalah pajak pembebasan, diamna RPGT dan pajak penghasilan saling berhubungan. Jika keuntungan dari properti yang dijual dinyatakan dibawah pajak penghasilan, maka wajib pajak tdak akan dikenakan RPGT, begitu pula sebaliknya. Pajak penghasilan adalah pajak atas pendapatan, sedangkan RPGT adalah pajak atas capital gain, yaitu keuntungna yang diperoleh ketika properti dijual off.

Adapula tentang isu akuntansi kreatif apakah sama dengan penipuan? Jawabannya adalah berbeda. Akuntansi kreaif adalah memanipulasi angka keuangan, biasanya masih dalam peraturan dan standar akuntansi. Contohnya seperti agency problem dan income smoothing, yaitu perataan laba dimana perusahaan meratakan laba bersihnya untuk pelaporan eksternal dengan maksud penyampaian informasi internal perusahaan kepada pasar dalam meramalkan pertumbuhan laba jangka panjang perusahaan. Sedangkan penipuan adalah kekeliruan atas poin-poin yang material atau masalah penting bagi lembaga atau perusahaan yang dilakukan secara sengaja.

Sekian resume saya mengenai auditing syariah dan berbagai isu yang terkait dari berita dalam Accountants Today halaman 28-47 edisi Juni 2010.

(Nur Fathimah Az Zahra_STEI SEBI_AS2012A)

Jumat, 06 November 2015

Review: Kebutuhan Independen Anggota Syariah Dalam Bank Koperasi Islam di Malaysia

KEBUTUHAN INDEPENDEN ANGGOTA SYARIAH DALAM BANK KOPERASI ISLAM DI MALAYSIA


Bank Koperasi adalah salah satu perantara keuangan non bank dalam sistem perbankan Malaysia (Malaysia Industrial Development Authority, 2008). Koperasi bank melengkapi bank dalam memobilitasi tabungan dan memenuhi kebutuhan keuangan perekonomian Malaysia (BNM, 2010). Bank koperasi tidak sepenuhnya bebas dari masalah tetapi mereka telah memiliki tingkat jauh lebih rendah dari kegagalan dari bank-bank komersil dan mereka tidak sistematik beresiko (Taylor, 2013). Namun Bank Koperasi Islam atau ICBS, menggunakan mekanisme tertanam dalam produk keuangan Islam, memiliki kekuatan pada ketahanan keuangan karena pembagian risiko yang lebih besar di antara para stakeholder bank koperasi (Al-Muharrami & Hardy, 2013). Ada tiga ICBS di Malaysia: Bank Kerjasama Rakyat Malaysia Bhd (Bank Rakyat), Bank Persatuan Malaysia Bhd (Bank Persatuan) dan Koperasi Islamic Bank of Malaysia (ICBM). ICBS ini ditempatkan langsung di bawah pengawasan Bank Sentral Malaysia dan Komisi Koperasi Malaysia (CCM).

Dalam hal ini, independensi auditor merupakan jantung dari profesi audit. Ini elemen penting dalam menjaga kualitas audit yang berpengaruh terhadap kualitas keseluruhan dan kredibilitas pelaporan keuangan dalam ICBS. Maka, peran auditor sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan publik serta untuk objektivitas independensi audit profesi. Selain itu, tujuan utama dari independen syariah untuk maslahah umum (kepentingan umum) dari pada berorientasi pada keuntungan yang berlandaskan maqashid syariah sebagai tanggung jawab dihadapan Allah SWT.

Audit profesi mengharuskan setiap auditor menjadi kompetensi dalam audit dan akuntansi, termasuk pelatihan dan pengalaman yang memadai dalam semua aspek dari sebuah kerja auditor. Sementara, kompetensi syariah adalah kebutuhan penting untuk auditor eksternal yang terlibat di sektor perbankan syariah (Uddin, Ullah & Hossain, 2013). Sejak 1970-an, isu auditor yang memiliki pengetahuan akuntansi cenderung tidak memiliki pengetahuan syariah. Dalam rangka untuk memahami dan mengaudit ICBS, sebuah auditor syariah harus memiliki pengetahuan yang baik di bidang akuntansi dan juga di syariahnya. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk investasi pendidikan di syariah, akuntansi dan audit untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian dalam audit syariah (Rahman dan Sulaiman, 2011).

Untuk menjadi kompetitif sebagai auditor syariah, mereka harus memiliki aspek syariah dan pengetahuan akuntansi. Jika mereka tidak memiliki kualifikasi yang diperlukan, pengalaman mereka di perbankan syariah dapat dianggap pertimbangan. Dengan cara lain, sertifikasi auditor syariah akan meningkatkan profesionalisme dan meningkatkan pelaksanaan audit syariah dalam industri. Sertifikasi audit syariah setidaknya mencakup lingkup audit syariah yang digariskan oleh Bank Negara Malaysia, laporan keuangan dan sistem pengendalian internal bank Islam. Isi sertifikasi juga dapat mencakup bidang kebijakan bisnis, proses dan prosedur, perhitungan zakat dan pembayaran, kontrak dan perjanjian, dan penilaian sumber daya keuangan. Hal ini telah membuktikan perlunya kebebasann total dari anggota syariah melalui auditor syariah untuk memastikan bahwa syariah compliant produk dan kegiatan dalam konteks Bank Koperasi Islam di Malaysia dalam rangka meningkatkan kepercayaan publik pada ICBS.

Hasilnya, umpan balik yang diberikan oleh sebagian besar auditor syariah menggambarkan bahwa mereka telah diberi keluasan saat melakukan tugas mereka dan praktik mereka diterima oleh para pemangku kepentingan dari ICBS. Dari tanggapan mereka, auditor syariah memiliki kebijakan yang luas untuk melakukan fungsi mereka dari intervensi Komite Syariah selama proses audit.

Bukti yang diperoleh dari penelitian yang sama menemukan bahwa juga ada keterlibatan Komite Syariah bahkan pada tahap perencanaan audit. Akhirnya, penelitian ini menunjukkan sebagian besar auditor setuju bahwa mereka membutuhkan pengetahuan lebih ditingkatkan dan keahlian dalam syariah audit dalam rangka meningkatkan dan menguasai proses akuntansi dan audit syariah secara independen. Auditor syariah harus menjadi anggota badan profesional yang independen untuk menegakkan independensi auditor yang mencerminkan independen syariah anggota ICBS. Anggota Syariah harus memiliki pemisahan fungsi dari auditor syariah. Dengan kata lain, harus dikembangkan kriteria tertentu untuk mengidentifikasi seseorang harus memenuhi syarat syariah sebagai penasihat keuangan Islam. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk memantau kepatuhan anggota syariah di lembaga keuangan Islam oleh badan yang profesional.

Journal of International Review of Management and Business Research Vol. 4 Issue.1-March 2015
“The Need of Independent Shariah Members in Islamic Cooperative Banks:
An Study of Professional Accountants in Malaysia” 
By: Mohd Rodzi Ahmad And Al-Hasan Al-Aidaros.

Di review oleh: NUR HIKMAH, Mahasiswa Smt. 7, Akuntansi Syariah 2012 A
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI